Ceritanya, di sebuah pesantren sedang berlangsung pembelajaran nahwu Jurumiyah. Seorang ustadz budjang yang sedang mengajarkan nahwu kepada santri kelas mubtadi (awal atau pemula), tiba-tiba mengadakan ujian praktik dadakan.
Pic by Google
"Sekarang saya mau adakan ujian praktik ilmu nahwu selama 6 bulan kita belajar." Kata ustadz Jaenul si budjang.
"Kan baru kemarin ujian tadz?" protes salah satu santri
"Ini ujiannya bedea. Pokoknya yang gak bisa ada ta'dzir" Imbuh si ustadz tanpa ada rasa kendor sedikitpun.
Para santri hanya terdiam. Di pikirannya sekarang ini adalah harus fokus pada ujian ayang akan diberikan gurunya kepada mereka. karena bayangan-bayangan hukuman seperti membersihkan wc asrama yang banyak, menyapu lapangan, sampai menimba air di sumur, sudah menghantui pikiran para santri. Walau mereka sadar, hukuman itu juga sebagai bentuk khidmat kepada pesantren.
Tak lama, ustadz Jaenul berdiri, dan menuliskan sesuatu di papan tulis. Tulisannya tersebut:
لكل ضيق فرج ولكل فرج مفتاح ومفتاح الفرج الذكر
TANPA HAROKAT SAMA SEKALI!
"Nah, sekarang, saya akan tunjuk siapa yang harus maju. kalo dia bisa, bagus, gk akan saya hukum. Pokoknya setiap orang soalnya beda-beda" Kata si ustad sambil menutup spidolnya.
Santri yang ada di kelas mubtadi itu hanya diam seribu bahasa. mukanya seakan tegang bagaikan orang yang menahan kentut.
"Kalo mau kentut, kentut aja, jangan di tahan." Ledek ustad kepada santri-santrinya.
Karena candaan itu, para santriu tertawa cukup geli. Dan saat suasana sudah membaik, ustad langsung menunjuk seorang santri berambut kriting, berkulit hitam, khas Indonesa banget pokoknya. Namanya Udin, orang ambon yang kece badai.
"Udin!" dengan nada tinggi si ustadz membuat kaget santri-santrinya disela mereka masih tertawa kecil.
"Na'am tadz?" respon Udin kaget.
"Kamu sini maju"
"Saya tadz?" Tanya Udin tidak percaya. "Mati gue nih." katanya dalam hati.
Ustadz Jaenul hanya menganggukkan kepada sebagai isyarat 'iya' atas pertanyaan si udin.
Para sabtri lainnya seketika memasang ekspresi bahagia, seakan-akan mereka sedari awal memang mengaharapkan si Udin maju, dengan hasil zonk, alias kena hukuman.
"Kampret, mereka pada seneng lagi." Lirih si Udin.
Dengan ta'dzim, udin maju ke depan kelas, dan mengambil spidol yang telah diberikan ustadz kepada dirinya.
"Kamu harokatkan plus artikan" Ustad Jaenul memberi arahan sambil memperhatikan gerakan Udin.
Dengan tangan gemetar, Udin menguatkan dirinya. Dan dengan bismillah, perlahan demi perlahan si Udin mulai memberikan harokat pada setiap huruf yang di tulis gurunya di papan tulis.
Selesai memberikan harokat. udin membacakannya sambil memaknai kalimat tersebut.
"likulli dhoyyiqin farjun, setiap yang sempit itu farji. Wa likulli farjin, miftahun, setiap farji ada kuncinya. Wa mifathul farji adzkaru, dan kuncinya farji itu adalah zakar (anu)."
Begitulah Udin memecahkan teka-teki si Ustadz yang malah memancing tawa keras para santri di kelasnya. Dan si Ustad hanya tersenyum geli sambil geleng-geleng.
"Kamu mikir yang jorok-jorok yaa?" Tanya si Ustadz sambil tersenyum
"Anuu, ngk tadz, kan saya hanya jawab persoalan nahwu ini." bantah si Udin karena merasa malu.
Setelah tawa di kelas sudah mulai redup, Ustadz Jaenul berkata:
Maksud saya itu bukan itu. Nih perhatiin ya" ustadz Jaenul menghapus harokat yang sudah diberikan Udin pada tulisanya.
Sambil mengharokati, ustadz Jaeul sembari membacakan dan mengartikan.
"Likulli dhoyyiqin farajun, setiap kesempitan itu ada kelapangan!" Rupanya, ustadz jaenul membacanya dengan kata farajun, kalo si Udin farjun.
"Yang saya maksud itu farajun, bukan farjun." imbuhnya lagi.
Santri lainnya kembali tertawa lagi, bukan tertawa karena jawaban ustad yang benar, tapi tertawa senang atas penderiataan yang akan di terima si Udin.
"Wa likulli farajin, miftahun, setiap kelapangan ada kucninya. Wa miftahul faraji adz zikru, dan kuncinya kalapangan itu yaa zikir." lanjut si Ustad yang masih di iringi gelak tawa santri lainnya.
"Tapi tadz, saya gk salah juga kan?" Tanya Udin ragu-ragu.
"Yaa gak salah juga sih, tapi yang saya maksud itu bukan itu." jawab si Ustad kalem.
"Nah, jadi saya gk dapet hukuman kan? Kan jawaban saya bener juga hehe" Kata Udin sambil cengengesan.
"Zzzzz, ya udah kamu aman dah." Ustadz Jaenul hanya berupaya objektif, walau dia masih tidak percaya dengan jawaban si Udin.
"Yes!" kata Udin. Dan benar saja, santri lainnya kecewa tidak percaya kalau si Udin akan lolos dari jebakan si Ustad.
"Gue aman, tinggal kalian, hahahaha" Rupanya Udin meledek teman-teman lainnya dengan ketawa jahat ala Anime.
Created: Al Faqih
*Kalo gak lucu abaikan aja sob. Karena point nya itu adalah, belajar ilmu nahwu itu penting untuk bisa memahami pendidikan agama dalam kitab. Yang belajar nahwu aja bisa salah faham akibat salah baca harokat, apalagi orang yang gk pernah belajar nahwu, atau mondok, tapi gk pernah baca kitab bahkan emng gak bisa baca kitab, tapi jadi ustadz atau ulama kondang :v